Status Komoditas Kakao

Status Komoditas Kakao

Rabu, 15 Februari 2012 16:22

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Sekitar tahun 1930’an Indonesia dikenal sebagai Negara pengekspor biji kakao terpenting di dunia. Tahun 2010 Indonesia merupakan pengekspor biji kakao terbesar ketiga dunia dengan produksi biji kering 550.000 ton setelah Negara Pantai Gading (1.242.000 ton) dan Gana dengan produksi 662.000 ton (ICCO, 2011). Diperkirakan tahun 2010, dari 1.475.344 ha areal kakao Indonesia, sekitar 1.372.705 ha atau 93 % adalah kakao rakyat (Dirjenbun, 2010). Hal ini mengindikasikan peran penting kakao baik sebagai sumber lapangan kerja maupun pendapatan bagi petani. Disamping itu, areal dan produksi kakao Indonesia meningkat pesat pada dekade terakhir,  dengan laju 5,99% per tahun (Ditjen Perkebunan, 2009).

Volume dan nilai ekspor kakao Indonesia pada periode 1999-2009 meningkat masing-masing dengan laju 12 % dan 10,84 %/tahun, suatu pertumbuhan yang sangat pesat. Hasil penelitian juga mendukung bahwa industri kakao patut dikembangkan sebagai salah satu andalan karena mempunyai koefisien keterkaitan ke depan dan ke belakang yang lebih besar dari satu, efek penggandaan dan lapangan kerja yang relatif besar, serta efek penyebarannya yang cukup baik (Zainudin et al., 2005). Sejalan dengan peran penting tersebut, peluang pasar kakao Indonesia masih cukup terbuka. Potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka dan sangat menjanjikan.

Permintaan biji kakao terus meningkat, terutama dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat. Berbagai Negara tersebut dikenal sebagai produsen makanan yang menggunakan kakao sebagai komponen utamanya. Indonesia sebagai salah satu produsen perlu memanfaatkan peluang tersebut untuk meningkatkan devisa negara dengan meningkatkan ekspor biji kakao. Berorientasi pada pasar ekspor, peluang besar kakao Indonesia relatif masih terbuka. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa daya saing produk kakao Indonesia, khususnya biji kakao masih baik sehingga Indonesia masih mempunyai peluang untuk meningkatkan ekspor dan mengembangkan pasar domestik.

Beberapa hasil kajian yang mendukung keberadaan peluang pasar tersebut antara lain: (a) Daya saing ekspor biji kakao Indonesia cukup kompetitif. Salah satu indikator yang digunakan adalah laju ekspor biji kakao Indonesia yang jauh di atas laju perdagangan kakao dunia. Pada periode 1999-2009, laju ekspor kakao (volume) Indonesia adalah sekitar 12,0% per tahun, sedangkan laju pertumbuhan dunia hanya 3,51% per tahun (Zainudin & Baon, 2004). Walaupun mempunyai kelemahan dan komposisi komoditas dan distribusi pasar, daya saing biji kakao Indonesia cukup baik yang dicerminkan dengan koefisien daya saing lebih besar dari satu (1,62). (b) Memiliki daya saing yang cukup baik, Indonesia diperkirakan akan mampu memanfaatkan peluang pasar yang masih cukup terbuka pada masa mendatang. Beberapa studi menunjukkan bahwa peluang ekspor kakao Indonesia pada periode 2000-2008 masih tumbuh dengan laju sekitar 3,3% per tahun sampai dengan tahun 2008. Laju tersebut tertinggi di antara negara eksportir dan jauh di atas rata-rata laju ekspor dunia yang hanya 1,7%. (c) Liberalisasi perdagangan juga diperkirakan akan memperkuat posisi kakao Indonesia di pasar Internasional. Beberapa negara produsen utama kakao seperti Pantai Gading dan Ghana harus mengurangi berbagai bentuk dukungan dan subsidi pada agribisnis kakaonya. Di sisi lain, agribisnis kakao di Indonesia hampir tidak diproteksi atau mendapat subsidi. Indonesia  diperkirakan merupakan salah satu yang akan memperoleh manfaat liberalisasi perdagangan tersebut( Zainudin & Baon, 2004)

Sumber : http://balittri.litbang.pertanian.go.id/index.php/data-komoditas/66-kakao/101-status-komoditas-dan-daerah-pengembangannya

Leave a comment