Inilah Dampak Anjloknya Produksi Kakao Sulteng

Inilah Dampak Anjloknya Produksi Kakao Sulteng

Syamsu Rizal;  August 16, 2014

2014-08-16-Inilah Dampak Anjloknya Produksi Kakao Sulteng

Biji dan buah kakao. (Foto : energitoday.com)

Palu, Metrosulteng.com – Semakin berkurangnya jumlah produksi kakao di kalangan petani, berimbas pada aspek usaha eksportir kakao yang juga kesulitan mencari bahan baku untuk diekspor.

Kajian Bank Indonesia (BI) yang dipublikasikan Agustus 2014, disebutkan periode Januari hingga Juni 2014, ekspor kakao ke luar negeri hanya terjadi pada bulan April 2014, sementara bulan lainnya tercatat nihil (nol).

Tidak optimalnya hasil program Gernas Kakao, serangan hama penggerek buah dan batang, produktivitas kakao yang semakin menurun, merupakan sederet permasalahan yang hingga saat ini menjadi momok pengembangan kakao di Sulawesi Tengah.

Selain itu, usia tanaman non produktif yang semakin meningkat serta alih fungsi lahan ke komoditas pertanian lain.

Dari hasil liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulteng ke eksportir utama kakao di Sulawesi Tengah diperoleh informasi bahwa seluruh penjualan saat ini ditujukan untuk pasar lokal yang didominasi penjualan ke industri pengolahan di Batam dan sebagian ke Jakarta dan Surabaya.

Kontak mengungkapkan bahwa seiring dengan pengenaan bea keluar atas ekspor biji kakao, beberapa perusahaan asing yang sebelumnya mengimpor kakao dari Indonesia membuka pabrik pengolahan langsung di Indonesia.

Selain itu, beberapa pabrik juga melakukan strategi mengamankan pasokan bahan baku biji kakao dengan membuka kantor cabang baru di Kota Palu untuk memutus rantai distribusi yang terlalu panjang.

Dengan demikian, maka orientasi penjualan kedua kontak juga mengalami perubahan dari yang sebelumnya ekspor ke luar negeri menjadi ekspor antar daerah (domestik).

Harga kakao di triwulan II-2014 tercatat sebesar Rp34.000 per kilogram, lebih tinggi dibandingkan harga rata-rata sebesar Rp20.000-25.000 per kilogram tahun sebelumnya.

Kenaikan harga tersebut didorong oleh persaingan yang semakin ketat antar pedagang besar kakao dan penurunan produktivitas lahan. Meskipun harga mengalami kenaikan, namun momen tersebut tidak bisa dimaksimalkan, baik oleh pedagang maupun petani karena stok barang yang terbatas.

Resiko lain yang juga dikhawatirkan oleh eksportir ialah ancaman badai El-Nino pada triwulan III-2014 yang berpotensi merusak tanaman kakao. Meskipun BMKG telah mengkonfirmasi bahwa potensi resiko El-Nino masih relatif rendah, namun hal tersebut masih menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pelaku usaha.

Sumber :  http://mail.metrosulawesi.com/article/inilah-dampak-anjloknya-produksi-kakao-sulteng

Leave a comment