Tag Archives: APKAI

Asosiasi Petani Kakao Indonesia

Populasi Industri Pengolahan Kakao Harus Diperbanyak

Populasi Industri Pengolahan Kakao Harus Diperbanyak

Adi Ginanjar & Afif Permana Senin, 23/02/2015 14:16 WIB

2015-02-23-bisnis

Bila biji kakao mentah diolah, petani memiliki nilai tambah karena harga jual biji mentah dan yang telah diolah cukup berbeda jauh.

Bisnis.com, BANDUNG – Pemerintah didesak memperbanyak industri pengolahan kakao dalam negeri berskala kecil menengah menyusul rencana pemerintah mematok bea keluar (BK) biji kakao antara 10% sampai 30%.

Continue reading

APKAI keberatan pemerintah patok BK 30%

APKAI keberatan pemerintah patok BK 30%

Kamis, 19 Februari 2015 – 20:30 WIB

2015-02-19-kanalsatu

 KANALSATU – Terkait rencana pemerintah yang akan mematok bea keluar (BK) untuk ekspor biji kakao antara 10% sampai 30%. Hal ini membuat resah bagi para petani kakao, karena para petani khawatir BK tinggi membuat harga jual biji kakao  tingkat petani menjadi lebih rendah.

“Jika alasan pemerintah mematok BK biji kakao tinggi untuk jaminan pasokan dalam negeri, petani khawatir harga ditentukan oleh satu pihak saja yakni perusahaan (ekportir). Bagaimana nanti ketika harga biji kakao rendah saat pasokan dalam negeri melimpah? Petani ingin menjual ke pasar ekspor tapi pajaknya tinggi. Petani jadi serba salah,” kata Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI), Arif Zamroni, Kamis (19/2/15).

Continue reading

Wajib Fermentasi Kakao Perlu Didukung Semua Stakeholder

Wajib Fermentasi Kakao Perlu Didukung Semua Stakeholder

Selasa, 27 January 2015 17:09

2015-01-27-Wajib Fermentasi Kakao Perlu Didukung Semua Stakeholder

Agar kewajiban fermentasi untuk komoditi cokelat berhasil di sentra-sentra penghasil cokelat maka tak cukup bila hanya Kementerian Pertanian saja yang berperan. Stakeholder lain juga perlu dilibatkan. Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (Apkai) Provinsi Sulawesi Selatan, A.Sulaiman H.A.Loeloe  memberikan apresiasi sekaligus menyambut baik lahirnya Permentan No.67 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji Kakao, yang efektif dan yang akan wajib diberlakukan mulai 2016.  Dia menilai, regulasi ini sangat penting untuk memperbaiki mutu biji kakao Indonesia, meningkatkan daya saing dan nilai tambah biji kakao Indonesia serta mendukung pengembangan industri kakao di dalam negeri.

Continue reading

KAKAO: Asosiasi Minta Gernas Lagi, Kementan Bilang Baru Bisa 2016

KAKAO: Asosiasi Minta Gernas Lagi, Kementan Bilang Baru Bisa 2016

Irene Agustine Sabtu, 13/12/2014 01:09 WIB

2014-12-13-Asosiasi Minta Gernas Lagi, Kementan Bilang Baru Bisa 2016

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Petani Kakao Indonesia mendesak pemerintah untuk mengaktifkan kembali program Gerakan Nasional Kakao pada tahun depan, mengingat intensifikasi saja tak cukup untuk meningkatkan produktivitas komoditi itu.

Ketua APKAI Arief Zamroni menilai target Indonesia menjadi produsen kakao terbesar di dunia pada 2020 terlalu muluk apabila pemerintah hanya melakukan program rutinitas seperti intensifikasi, tetapi tidak lagi meluncurkan program rehabilitasi semasif Gernas Kakao pada tahun depan.

Continue reading

Pesan dari Hari Kakao Nasional 2014

Pesan dari Hari Kakao Nasional 2014

28 September 2014

Sebanyak 94% lahan kakao di Indonesia adalah milik rakyat yang dikelola sendiri. Luas lahan kakao nasional saat ini 1,8 juta ha.

Rusman Heriawan, Wakil Menteri Pertanian, mengemukakan hal itu saat menggelar konferensi pers di Makassar, Sulsel, Minggu (14/9). Rusman hadir dalam rangkaian peringatan hari Kakao Nasional 2014 yang dipusatkan di Sulsel.

Rangkaian kegiatan ini berupa senam bersama, pameran Usaha Kecil Menengah (UKM), dan talk show bersama pemangku kepentingan kakao. Kegiatan dilaksanakan di Pantai Losari dan Hotel Imperial Aryaduta.

Continue reading

Industri Berebut Kakao

Industri Berebut Kakao

Senin, 12 Mei 2014

Perusahaan Kakao Berjumlah 19 pada 2016

Persaingan industri dalam mendapatkan bahan baku biji kakao di Indonesia kian ketat. Hal ini terjadi karena investasi industri pengolahan kakao bertambah. Produsen yang tidak kreatif dan tidak melakukan pendekatan kepada petani bakal tidak kebagian bahan baku.

Menurut Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia (DEKAINDO), Soetanto Abdoellah, Minggu (11/5), saat dihubungi di Surabaya, Jawa Timur, produsen kakao/cokelat harus bisa membangun loyalitas petani. Hal itu bisa dilakukan dengan melakukan pendekatan social-kemasyarakatan.

Mereka tidak bisa lagi hanya menunggu di kantor, lalu berharap bisa mendapat biji kakao dari petani. Mereka harus berupaya turun langsung ke lapangan dan mendengarkan persoalan petani dan memberikan solusi sekaligus edukasi.

Cara yang bisa dilakukan, misalnya, mengajar petani cara memilih bibit kakao yang baik, cara melakukan teknik peremajaan, dan cara merawat tanaman kakao.

Produsen kakao juga bisa mengajarkan cara melakukan tahap pasca panen, memilah kualitas kakao, memilih biji kakao yang baik, serta cara melakukan fermentasi dan cara menjaga kualitas biji kakao agar bisa tahan disimpan lebih lama.

“Memang butuh upaya ekstra, tapi itu harus dilakukan kalau industri mau mendapat pasokan bahan baku biji kakao dari petani,” katanya. Harga beli juga harus kompetitif.

Soetanto mengatakan, jaminan pasokan bahan baku bagi industri pengolahan kakao ataupun industri cokelat sangat penting agar mereka bisa terus berproduksi.

Biji kakao yang baik umumnya bisa tahan disimpan selama enam bulan, dengan kadar air 7.5% sampai 8%. Pemilihan gudang harus baik dan tidak bercampur dengan komoditas lain yang aromanya menyengat seperti komoditas cengkeh. Gudang harus bersih.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI), Arif Zamroni, mengatakan, pendekatan kepada petani sangat penting agar membangun hubungan yang baik. Edukasi kepada petani juga penting agar petani bisa mendapat perlakuan yang adil saat menjual biji kakao.

Selain persoalan itu, upaya peningkatan produksi kakao nasional harus terus dilakukan. Gerakan nasional peningkatan produksi kakao ke depan harus terus ditingkatkan.

Menarik Investasi

Kebijakan hilirasi industri kakao nasional menarik investasi di sektor pengolahan kakao dan cokelat di Indonesia. Ekspor biji kakao mentah dikenal bea keluar dengan harapan investor masuk ke Indonesia membangun pabrik pengolahan kakao dan cokelat di Indonesia.

Pabrik pengolahan kakao dan cokelat Indonesai terus berkembang. Saat ini perusahaan kakao dan cokelat di Indonesia sebanyak 16 perusahaan dengan kapasitas terpakai 400.000 ton. Namun, pada 2016, diproyeksikan perusahaan kakao menjadi 19 perusahaan dengan kapasitas 700.000 ton.

Kapasitas produksi mereka juga terus meningkat. Akibatnya permintaan terhadap bahan baku meningkat. Ekspor biji kakao mulai berkurang, peningkatan permintaan bahan baku biji kakao harus diimbangi dengan peningkatan produksi biji kakao nasional.

Investor baru dalam industri pengolahan kakao dan industri cokelat adalah Guanchong Cocoa dan JB Cocoa (Malaysia) dengan total kapasitas produksi 180.000 ton, Barry Comextra (Swiss) dengan kapasitas produksi 60.000 ton, Cargill Cocoa Holand dengan kapasitas produksi 65.000 ton, dan ADM Cocoa (Amerika Serikat).

Data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian menunjukkan, pada 2013 luas areal perkebunan kakao sebesar 1.85 juta hektar. Luas itu meliputi tanaman kakao belum menghasilkan 742.980 hektar, tanaman menghasilkan 883.863 hektar, dan tanaman rusak 226.101 hektar.

Produksi kakao nasional pada 2010 sebanyak 877.918 ton. Pada 2013 produksi kakao nasional turun menjadi 777.537 ton. Produksi kakao 2013 yang mengalami penurunan tersebut sudah menghitung kontribusi dari gerakan nasional kakao seluas 460.303 hektar yang menelan anggaran Rp 3,3 triliun.

Sumber : Harian Kompas, 12 Mei 2014

Program Gernas Kakao Harus Dievaluasi

Program Gernas Kakao Harus Dievaluasi

29 Jun 2012

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel meminta agar program Gerakan Nasional (gernas) kakao dievaluasi dengan merujuk hasil penemuan Puslitbang SDA Unhas terhadap pengunaan teknologi bibit Somatic Embryogenesis (SE).

“Tidak ada yang nampak dari hasil kakao melalui program gernas. Bahkan nilai ekspor cenderung menurun dari tahun ke tahun,” kata anggata Komisi B DPRD Sulsel, Jumadi Haruna di Makassar, kemarin. Menurutnya, anggaran yang digelontorkan cukup besar mulai pada 2009 sekitar Rp347 miliar hingga kemudian ditambah pada 2012 sebesar Rp 240 miliar. Ia menyatakan pembibitan mengunakan teknologi SE yang diproduksi di Jember, Provinsi Jawa Timur, tidak menghasilkan hasil yang signifikan, malah justru menambah beban petani.

Continue reading